DARI KOTORAN JADI ENERGI: MAHASISWA AGRIBISNIS PELAJARI PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH PETERNAKAN

Malang, Mei 2025 – Sebanyak empat mahasiswa dari Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, UPN “Veteran” Jawa Timur, yakni Elsa Senja Natasiya, Hidayatus Savirah, Fitria Ayu Novitasari, dan Mutia Ainur Rahmalia sedang melaksanakan Program Magang Diktisaintek Berdampak atau yang sebelumnya dikenal sebagai MBKM Magang Mandiri. Kegiatan berlangsung selama 4 bulan berlokasi di UD Tawon Wisata Petik Madu. Program ini menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengimpelementasikan ilmu yang diperoleh dari kampus dalam dunia kerja nyata.

UD Tawon Wisata Petik Madu dikenal sebagai destinasi agrowisata edukatif tentang lebah dan madu. Namun, dibalik itu lokasi ini juga memiliki unit mikrobiologi yang mengembangkan teknologi biogas dari kotoran sapi. Limbah peternakan yang semula hanya dianggap sebagai sumber pencemaran lingkungan ternyata dapat diolah menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Pembuatan biogas ini sejalan dengan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) poin 12 yaitu Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga mendukung kinerja SDGs poin 7 yaitu Energi Bersih dan Terjangkau. Hasil pengolahan limbah menjadi biogas dilakukan untuk menggantikan gas LPG, dimana kegiatan ini menunjukkan bahwa energi alternatif dapat dikelola secara independent and sustainable. Penggunaan biogas dapat meminimalisir ketergantungan terhadap energi konvensional.   

Mahasiswa magang ikut terlibat langsung dalam proses praktik pengolahan limbah kotoran sapi menjadi energi terbarukan. Pembuatan biogas dilakukan setiap 2 hari sekali, hal tesebut bertujuan agar kualitas gas yang dihasilkan dapat optimal. Menurut wawancara yang dilakukan dengan Bapak Koordinator Biogas “Kalau buat biogas tidak dapat dilakukan setiap hari, karena butuh waktu saat penguraian kotoran hewan menjadi gas”. Tabung penampung gas yang dimiliki oleh UD Tawon Wisata Petik Madu berkapasitas sebesar 8 kubik, saat produksi biogas pertama kali dilakukan membutuhkan 6 pick up kotoran dan pengisian setiap minggunya sebesar 1 ember. 

Infrastruktur biogas dibangun dengan tangki sedalam 4 meter dan lebar 3 meter. Selain itu, tangki dilapisi dengan 3 lapisan pelindung dengan menggunakan pengaman tambahan berupa cat, lem, dan lapisan waterproof yang berfungsi untuk menjaga kestabilan maupun keefektifaan produksi gas. Teknologi ini membutikan secara nyata bahwa kegiatan peternakan dan pertanian mampu dikombinasikan untuk meminimalisir permasalahan yang sering terjadi di lingkungan. Proses penyaluran gas dilakukan melalui pipa penghubung bawah tanah agar uap dan energi dapat terserap dan teralirkan ke kompor secara maksimal.

Sisa kotoran yang tidak terfermentasi menjadi gas tidak dibuang begitu saja. Limbah ini akan terdorong ke saluran keluar dan dinaikkan ke selokan untuk dikeringkan sebelum diproses menjadi pupuk kompos. Produk pupuk organik yang dihasilkan dijual langsung kepada konsumen dengan harga Rp 11.000 /kantong. Namun, bagi pelanggan tetap harga disesuaikan menjadi Rp 9.000 /kantong. Produk ini dijual langsung di lokasi tanpa melalui perantara sebagai pendekatan komunitas. 

Pupuk organik juga digunakan dalam praktik budidaya sayuran di greenhouse milik UD Tawon. Prosesnya dimulai dengan pencangkulan tanah, pemberian pupuk organik, penyiraman air, dan pendiaman selama tiga hari. Tahap ini penting untuk menghindari perubahan sifat tanah menjadi masam yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Menurut Bapak Koordinator Biogas, “Kalau limbah dibuang dalam keadaan basah dan langsung disiramkan ke tanaman juga bagus karena kan gasnya sudah optimal.” Teknologi biogas dibangun pada tahun 2015. Proyek ini sempat diborong oleh Koperasi Unit Desa (KUD), menandakan potensi besar dari teknologi energi terbarukan berbasis peternakan rakyat. Mahasiswa tidak hanya mempelajari aspek teknis dalam pengolahan limbah dan produksi energi, tetapi juga memperoleh wawasan mengenai keberlanjutan.

Partisipasi mahasiswa dalam program ini mencerminkan bentuk sinergi positif antara dunia pendidikan dan dunia usaha. Kontribusi mahasiswa dalam praktik ini membawa semangat baru bagi pengelola dalam pengembangan program berbasis teknologi tepat guna. Melalui pengalaman lapangan ini, mahasiswa dilatih untuk menjadi agen perubahan dalam membangun sistem agribisnis yang tangguh, berkelanjutan, dan berdampak luas bagi masyarakat.